Sabtu, 08 Juni 2013

Pemahaman Perkawinan Menurut Gereja Katolik

Salah satu usaha menafsirkan
AJARAN GEREJA KATOLIK TENTANG PERKAWINAN
Ada begitu banyak pasangan calon mempelai yang sudah lama ber­pacaran, namun seringkali mereka belum mempergunakan kesempatan pacaran itu untuk dapat mempersiapkan diri dalam membangun keluarga katolik. Salah satu hal yang sangat penting namun seringkali terlupakan adalah kurangnya/ tidak pernah dilaksanakan pengolahan pengalaman hidup untuk melangsungkan suatu pernikahan sesuai ajaran Gereja Katolik. Oleh karena itu pentinglah, dalam membaca uraian di bawah ini, pembaca menggali pengalaman pribadi, khususnya ketika mempersiapkan perkawinannya. Rumusan ini bisa membantu un­tuk menilai diri sendiri, apakah memang sudah siap (minimal) secara mental dan rohani untuk melangsungkan perkawinan.
Perkawinan adalah:
PERSEKUTUAN HIDUP - ANTARA SEORANG PRIA DAN SEORANG WANITA - YANG TERJADI KARENA PERSETUJUAN PRIBADI - YANG TAK DAPAT DITA­RIK KEMBALI - DAN HARUS DIARAHKAN KEPADA SALING MENCINTAI SEBAGAI SUAMI ISTERI - DAN KEPADA PEMBANGUNAN KELUARGA - DAN OLEH KARENANYA MENUNTUT KESETIAAN YANG SEMPURNA - DAN TIDAK MUNGKIN DIBATALKAN LAGI OLEH SIAPAPUN, KECUALI OLEH KEMATIAN.

a. PERSEKUTUAN HIDUP
Apa yang pertama-tama kelihatan pada perkawinan Katolik? Jawabnya adalah: Hidup bersama. Namun, hidup bersama itu masih berane­karagam isinya. Dalam perkawinan Katolik, hidup bersama itu mewujudkan persekutuan. Jadi, hidup bersama yang bersekutu. Bersekutu mengisyaratkan adanya semacam kontrak, semacam ikatan tertentu dengan sekutunya. Bersekutu mengandaikan juga kesediaan pribadi untuk melaksanakan persekutuan itu, dan untuk menjaga persekutuan itu. Ada kesediaan pribadi untuk mengikatkan diri kepada sekutunya, dan ada kesediaan pribadi untuk memperkembangkan ikatannya itu supaya menjadi semakin erat.
Ikatan ini tidak mengurangi kebebasannya. Justru ikatan itu mengisi kebebasan orang yang bersangkutan. Pertama-tama karena para calon mempelai memilih sendiri untuk bersekutu, dan bebas un­tuk memilih mau bersekutu dengan siapa, memilih untuk terikat dengan menggunakan kebebasan sepenuhnya; tetapi juga karena kebebasan itu hanya dapat terlaksana dalam melaksanakan pilihannya untuk bersekutu ini. Dengan kata lain boleh dikatakan bahwa persekutuan itu membuat orang sungguh-sungguh bebas karena dapat memperkem­bangkan kreatifitas dalam memelihara dan mengembangkan persekutuan itu; bukan dengan menghadapkan diri pada pilihan-pilihan yang baru lagi. Persekutuan yang dibangun itu menjadi tugas kehidupan yang harus dihayatinya.

b. SEORANG PRIA DENGAN SEORANG WANITA
Penekanan pertama di sini adalah seorang dengan seorang: arti­nya orang seutuhnya dengan orang seutuhnya. Ini menggambarkan penerimaan terhadap satu pribadi seutuhnya. Yang diterima untuk bersekutu adalah pribadi, bukan kecantikan, kegantengan, kekayaan atau kepandaiannya saja. Ada beberapa catatan untuk penerimaan satu pribadi ini: Pertama, menerima pribadi itu berarti menerima juga seluruh latar belakang dan menerima seluruh masa depannya. Artinya, saya tidak dapat menerima pribadi itu hanya sebagai satu pribadi yang berdiri sendiri. Selalu, saya harus menerima juga orang tuanya, kakak dan adiknya, saudara-saudaranya, teman-teman­nya, bahkan juga bahwa dia pernah berpacaran atau bertunangan dengan si ini atau si itu. Lebih jauh lagi, saya juga harus meneri­ma segala sesuatu yang terjadi padanya di masa mendatang: syukur kalau ia menjadi semakin baik, tetapi juga kalau ia menjadi sema­kin buruk karena penyakit, karena ketuaan, karena halangan-halangan; saya masih tetap harus menerimanya. Yang ke dua, menerima pribadi berarti menerima dia apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kalau dipikir secara matematis: yang berseku­tu itu satu dengan satu; bukan 3/4 + 1/2, atau 1 + 6/8; lebih-le­bih lagi, bukan satu dengan satu setengah/satu seperempat/satu tiga perempat/apalagi dengan dua, tiga, dan seterusnya.
Dengan ungkapan lain lagi: Saya seutuhnya, mau mencintai dia seutuhnya/apa adanya. Ini berarti, saya mau menerima dia seutuh­nya, apa adanya; tetapi juga sekaligus saya mau menyerahkan diri seutuhnya kepadanya saja. Yang lain sudah tidak mendapat tempat lagi di hati saya, di pikiran saya. Hanya dia saja. Bahkan, anak-anakpun tidak boleh melebihi dia di hadapan saya, dalam pelayanan saya.
Penekanan ke dua pada seorang pria dengan seorang wanita.Yang ini kiranya cukup jelas. Hanya yang sungguh-sungguh pria dan yang sungguh-sungguh wanita yang dapat melaksanakan perkawinan secara katolik.

c. PERSETUJUAN PRIBADI
Hidup bersekutu itu terjadi karena setuju secara pribadi. Yang harus setuju adalah yang akan menikah. Dan persetujuan itu dilakukan secara pribadi, tidak tergantung pada siapapun, bahkan juga pada pasangannya. Maka, rumusannya yang tepat adalah: “Saya setu­ju untuk melangsungkan pernikahan ini, tidak peduli orang lain setuju atau tidak, bahkan tidak peduli juga pasangan saya setuju atau tidak”.
“Lalu bagaimana kalau pasangan saya kurang atau bahkan tidak setuju?. Dia hanya pura-pura setuju”. Kalau demikian, bukankah pihak yang setuju dapat dirugikan? Ya, inilah resiko cinta sejati. Cinta sejati di sini berarti saya setuju untuk mengikatkan diri dengan pasangan, saya setuju untuk menyerahkan diri kepada pasangan, saya setuju untuk menjaminkan diri pada pasangan; juga kalau akhirnya persetujuan saya ini tidak ditanggapi dengan baik/sesuai dengan kehendak saya. Yang menjadi dasar pemahaman ini adalah karena setiap mempelai membawa cinta Kristus sendiri. Kristuspun tanpa syarat mengasihi kita, Kristus tanpa syarat menerima kita dan memberikan DiriNya bagi kita.

d. PERSETUJUAN PRIBADI YANG TAK DAPAT DITARIK KEMBALI
Persetujuan pribadi untuk bersekutu itu nilainya sama dengan sumpah/janji dan bersifat mengikat seumur hidup. Sebab persetujuan itu mengikutsertakan seluruh kehendak, pikiran, kemauan, pera­saan. Pokoknya seluruh kepribadian. Maka dinyatakan bahwa perse­tujuan itu tidak dapat ditarik kembali. Sebab, penarikan kembali pertama-tama berarti pengingkaran terhadap diri sendiri, penging­karan terhadap kebebasannya sendiri, pengingkaran terhadap cita-cita dan kehendaknya sendiri. Tetapi, kemudian, juga berarti bah­wa pribadinya sudah tidak menjadi utuh kembali.

e. DAN YANG DIARAHKAN
Sebenarnya, pengalaman untuk membuat dan memelihara dan memper kembangkan persetujuan pribadi untuk bersekutu itu sudah harus dipupuk sejak masa pacaran Maka, ada banyak yang merasa bahwa persetujuan semacam itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Pokok­nya sudah beres, begitu. Semua sudah siap. Namun, kenyataannya persetujuan yang terjadi pada masa pacaran belumlah memenuhi sya­rat perkawinan. Dan benarlah, persetujuan yang dibangun pada masa pacaran baiklah persetujuan sebagai pacar. Persetujuan yang dibangun pada masa tunangan, baiklah persetujuan sebagai tunangan. Baru, setelah menikah, persetujuan itu boleh menjadi persetujuan sebagai suami-isteri. Maka, Kita lihat, misalnya adanya pembatasan-pembatasan dalam berpacaran, menunjukkan bahwa persetujuan itu belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Secara lebih positif dapat dikatakan bahwa persetujuan semasa pacaran lebih diarahkan untuk dapat melaksanakan janji pada saat perkawinan. Supaya janji pada saat perkawinan sungguh berisi dan memberi jaminan bagi masa de­pan baik pribadi maupun pasangannya. Tiga kata ini juga dapat diartikan penegasan terhadap perkawi­nan sebagai awal dari kehidupan baru bagi kedua mempelai. Bagai­manapun oleh perubahan situasi manusia masih dapat berubah. Pene­gasan ini membantu para suami/isteri untuk melaksanakan isi persetujuan itu.

f. SALING MENCINTAI SEBAGAI SUAMI ISTERI
Pengalaman menunjukkan bahwa calon mempelai biasanya bingung dengan ungkapan ini. Mereka merasa sudah saling mencintai, kok masih ditanya soal ini. Masalahnya, sering tidak disadari bahwa cinta itu bermacam-macam. Ada cinta sebagai saudara, ada cinta sebagai sahabat, ada cinta karena belas kasihan, demikian pula ada cinta suami isteri. Tentu saja, yang namanya cinta sejati tidak pernah dapat berbeda-beda. Yesus menunjuk cinta sejati itu seba­gai orang yang mengorbankan nyawaNya bagi yang dicintaiNya. Dan Yesus memberi teladan dengan hidupNya sendiri yang rela sengsa­ra, bahkan sampai wafat untuk kita semua yang dicintaiNya. Na­mun, perwujudan cinta sejati itu ternyata bisa beranekaragam. Kekhasan dari cinta suami isteri adalah adanya keterikatan isti­mewa yang membuat mereka dapat menyerahkan diri seutuhnya bagi pasangannya. Dalam hal ini kiranya cinta suami isteri dapat diseja­jarkan dengan cinta yang diwujudkan dalam suatu kaul biara atau janji seorang imam. Bedanya, kalau kaul biara atau janji seorang imam tertuju kepada Tuhan di dalam umatNya; dalam perkawinan cinta itu tertuju kepada Tuhan di dalam pasangannya. Yang mau dituju adalah membangun suasana saling mencintai sebagai suami/isteri. Maka, tidak hanya membabi buta dengan cintanya sendiri. “Pokoknya saya sudah mencintai”. Ini tidak cukup. Perjuangan seorang suami/isteri adalah di samping memelihara dan memperkembangkan cintanya, juga mengusahakan supaya pasangannya da­pat ikut mengembangkan cintanya sebagai suami/isteri.

g. PEMBANGUNAN KELUARGA

Hidup dalam persekutuan sebagai suami-isteri mau tidak mau mewujudkan suatu keluarga. Harus siap untuk menerima kedatangan anak-anak, harus siap untuk tampil sebagai keluarga, baik di hadapan saudara-saudara, di hadapan orang tua maupun di hadapan masya­rakat pada umumnya. Maka, membangun hidup sebagai suami-isteri membawa juga kewajiban untuk mampu menghadapi siapapun sebagai satu kesatuan dengan pasangannya. Mampu bekerjasama menerima, meme­lihara dan mendewasakan anak, mampu bekerjasama menerima atau da­tang bertamu kepada keluarga-keluarga lain, mampu ikut serta mem­bangun Gereja. Semuanya dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan.

h. KESETIAAN YANG SEMPURNA
Setia dalam hal apa? Empat hal yang sudah diuraikan di atas, yakni persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita, memelihara dan memperkembangkan persetujuan pribadi, membangun sa ling mencintai sebagai suami isteri, membangun hidup berkeluarga yang sehat. Tidak melaksanakan salah satunya berarti sudah tidak setia. Apalagi kalau kemudian mengalihkan perhatiannya kepada se­suatu yang lain: membangun persekutuan yang lain, membuat perse­tujuan pribadi yang lain, membangun hubungan saling mencintai sebagai suami isteri dengan orang lain, membangun suasana kekeluargaan dengan orang lain (juga saudara): Ini dosanya besar sekali
Satu pedoman untuk kesetiaan yang sempurna adalah Kristus sen­diri. Ia setia kepada tugas perutusanNya, Ia setia kepada Bapa­Nya, Ia setia kepada manusia, kendati manusia tidak setia kepadaNya.

i. TAK DAPAT DIPISAHKAN OLEH SIAPAPUN

Persekutuan perkawinan terjadi oleh dua pihak, yakni oleh sua­mi dan isteri. Maka, tidak ada instansi atau siapapun yang akan dapat memutuskan persetujuan pribadi itu. Bahkan suami isteri itu sendiripun tidak dapat memutuskannya, sebab persekutuan itu dibangun atas dasar kehendak Tuhan sendiri. Dan Tuhanlah yang merestuinya. Maka, pemutusan persekutuan perkawinan bisa dipandang sebagai pemotongan kehidupan pribadi suami/isteri. Ini bisa be­rarti pembunuhan, karena pribadi itu dihancurkan.

j. KECUALI OLEH KEMATIAN.
Pengecualian ini didengar tidak enak. Namun, nyatanya, misteri kematian tidak terhindarkan. Karena kematian yang wajar, persetu­juan pribadi itu menjadi batal, karena pribadi yang satu sudah tidak mampu lagi secara manusiawi melaksanakan persetujuannya.

Kursus Persiapan Perkawinan



KPP adalah singkatan dari Kursus Persiapan Perkawinan.
Tujuan Kursus Persiapan Perkawinan.
  • KPP memberi kepada muda-mudi bekal dalam hidup keluarga katolik.
  • KPP menambah wawasan dan pengetahuan muda-mudi mengenai perkawinan dan hidup berkeluarga dari sudut pandang teologi, psikologi, moral, seksualitas, kesehatan, ekonomi, gender, dll.
  • KPP memberi pegangan bagi muda-mudi untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri menurut azas moral kristiani.
Apa Kegunaan Kursus Persiapan Perkawinan di Masyarakat?
  • Dalam kehidupan sehari-hari, untuk banyak urusan menyangkut hidup, masyarakat memerlukan kursus. Hidup berkeluarga adalah persoalan penting dan mendasar dan karena itu masyarakat memerlukan bantuan berupa kursus persiapan itu.
  • Kursus Persiapan Perkawinan memberikan harapan tercapainya keluarga yang baik, bagi Gereja dan masyarakat.
Alasan Sosial: Kursus Persiapan Perkawinan itu perlu karena kenyataan menunjukkan bahwa:
  • Beberapa keluarga mengalami kesulitan yang disebabkan kurangnya persiapan dalam perkawinan.
  • Banyak calon pengantin tergesa-gesa menikah tanpa bimbingan yang memadai.
  • Perkawinan bukan hanya urusan perorangan melainkan urusan masyarakat (sosial) dan Gereja
Alasan Pastoral: Kursus Persiapan Perkawinan itu perlu karena:
  • Keluarga yang baik perlu dipersiapkan lama, sebab keluarga yang baik menjadi faktor utama keselamatan/kesejahteraan pribadi, masyarakat dan Gereja.
  • Pengertian mengenai martabat perkawinan dan hidup berkeluarga harus jelas bagi muda-mudi, terlebih di era globalisasi yang diwarnai oleh media masa (TV, radio, majalah, internet, dsb) yang kuat pengaruhnya
Kursus Persiapan Perkawinan itu PENTING, karena:
  • Keluarga perlu dipersiapkan
  • Pengertian mengenai martabat perkawinan (keluarga) harus jelas bagi muda-mudi, mengingat makin maraknya pengaruh-pengaruh negatif di masyarakat yang mengaburkan pandangan mengenai martabat perkawinan

PROSEDUR PERNIKAHAN di GEREJA KATOLIK

PROSEDUR PERNIKAHAN GEREJA KATOLIK
A. TAHAP PERTAMA 
  1. Pendaftaran pernikahan di Gereja melalui Sekretariat pada paroki masing-masing pada hari kerja (hari kerja dan waktu buka seketariat disesuaikan masing-masing paroki
  2. Membawa surat pengantar dari lingkungan calon mempelai (baik Pria dan wanitanya). Dalam hal ini Surat Pengantar untuk mengikuti KPP (Kursus Persiapan Perkawinan)
  3. Membawa Foto Copy Surat Baptis yang diperbaharui :
    1. Katolik dengan Non Katolik - Salah satu calon mempelai yang beragama Katolik
    2. Katolik dengan Katolik – kedua calon mempelai wajib melampirkannya
Surat Baptis yang diperbaharui berlaku 6 bulan samapai dengan hari H (Pernikahannya)
  1. Membawa Pas Foto 3x4 masing-masing 3 lembar
  2. Menyelesaikann Biaya Administrasi KPP (Kursus Persiapan Pernikahan), besar biaya disesuaikan paroki masing-masing. Dan hal-hal yang berkaitan dengan pendaftaran KPP, bisa ditanyakan di seketariat maing-masing paroki.
B. TAHAP KEDUA
  1. Selesaikan prosedur Tahap Pertama
  2. Mengisi fonnulir dan menyerahkan berkas-berkas pernikahan,
    yaitu:
    • Surat pengantar dati lingkungan masing--masing
    • Sertifikat Kursus Persiapan Pemikahan yg asli dan fotokopinya
    • Surat baptis asli yang telah diperbaharui
    • Foto berwama berdampingan ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar
    • Fotokopi KTP saksi pernikahan 2 (dua) orang yang Katolik
  1. Kedua calon mempelai datang ke Romo ybs untuk melakukan pendaftaran penyelidikan kanonik (harus datang sendiri, tidak dapat diwakilkan)
  2. Bagi calon mempelai yang belum Katolik danlatau bukan Katolik, harap menghadirkan 2 (dua) orang saksi pada saat penyelidikan kanonik untuk menjelaskan status pihak yang bukan Katolik. Saksi adalah orang yang benar-benar mengenal pribadi calon mempelai yang bukan Katolik dan bukan anggota
    keluarga kandungnya.
  3. Apabila kedua calon mempelai dari luar Paroki/Gereja dimana domisili calon mempelai harap membawa surat delegasi/pelimpahan pemberkatan pemikahan dari Pastor/Romo setempat (tempat Penyelidikan Kanonik
C. PERNlKAHAN CATATAN SIPIL
  1. Datang ke sekretariat Gereja sebulan sebelumnya untuk pengurusan pemikahan catatan sipil dengan membawa: (Bila catatan Sipil dilakukan di Gereja setelah Pernikahan)
    • Surat pengantar dari Kelurahan untuk pendaftaran perkawinan
    • Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga Kelurahan kedua belah pihak
    • Fotokopi Akta Kelahiran kedua mempelai
    • Fotokopi SKBRI (WNI). Jika tidak ada, bawa SKBRI/WNI orang tua
    • Untuk umat keturunan - Fotokopi Surat Ganti Nama (Bila tidak ada, lampirkan Surat Ganti Nama dari. orangtua)  
    • Pas foto berdampingan ukuran. 4 x 6 sebanyak 6 lembar
  1. Akan dibuatkan pengumuman ke kantor Catatan Sipil sesuai KTP yang bersangkutan dari calon mempelai. (kebijakan ini tergantung catatan sipil setempat)
  2. Pada hari "H", Akta Kelahiran asli kedua mempelai dan Surat Pemberkatan Nikah Gereja diserahkan kepada petugas Catatan Sipil
  3. Pencatatan pemikahan sipil bisa diurus oleh mempelai sendiri atau oleh Pihak Gereja.
D. BIAYA
  1. Untuk besar Biaya disesuaikan dari kebijakan masing-masing Paroki yang bersangkutan dimana akan diadakn pernikahan tersebut. Biaya tidak terikat dan khusus bagi mereka yang kurang mampu, dapat menghubungi Romo Paroki yang bersangkutan, untuk mendapatkan keringanan, dan Bahkan bagi yang sama sekali tidak mampu diberikan kebebasan “semampunya” untuk mengganti biaya-biaya Administrasi.
  2. Biaya-biaya tersebut digunakan untuk :
    • Pembayaran biaya-biaya administrasi, listrik Gereja terlebih bila Gereja tersebut ber-AC
    • Pencatatan Pernikahan Catatan Sipil bila dilakukan di Sekretariat Gereja dan Biaya transport untuk Petugas dari Catatan Sipil setempat.
  1. Mintalah Tanda Bukti Pembayaran dari pihak sekretariat.
  2. Biaya-biaya diluar Keseketariatan yaitu:
    • Bunga dekorasi
    • Sumbangan tanda kasih untuk Paduan suara - langsung kepada
      dirigen/pimpinan Paduan Suara
    • Iura Stolae bagi pastor/Romo yang memimpin upacara Pernikahan (yang sepantasnya berlaku umum). Iura Stolae diletakkan di dalam keranjang buah persembahan. Jika pemikahan dilangsungkan dalam pemberkatan (bukan misa), Iura Stolae diberikan langsung kepada imam setelah pernikahan.
 TIPS menghemat Biaya pernikahan
  • Tidak menggunakan Weddings Organizer
  • Bisa menggunakan fasilitas Kapel (bila terdapat kapel) sehingga biaya operasional gedung gereja lebih effisien (karena Kapel tidak terlalu besar baik dari segi ukuran bangunan maupun penggunaan Daya listrik (Ac bila ada)).
  • Bila mempelai adalah anggota Paduan Suara (koor), bisa meminta bantuan team Paduan Suara / koor-nya
  • Tidak menggunakan dekorasi bunga secara berlebihan
Catatan:
  • Weddings Organizer di luar tanggung jawab gereja dan tidak diperkenankan campur tangan dalam urusan liturgi di gereja.
  • Jika upacara pernikahan dirayakan dalam misa kudus hari Minggu, maka liturgi yang di gunakan adalah liturgi hari Minggu yang bersangkutan.
  • Persembahan untuk misa adalah: roti dan anggur, buah, bunga (Lilin tidak!)
  • Mempelai dimohon mempersiapkan lektor untuk membaca doa umat dan 4 orang pembawa persembahan.
  • Format teks pernikahan yang berlaku biasanya disediakan di paroki masing-masing (bisa hubungi pihak sekretariat paroki.
  • Jika ada sumbangan sukarela untuk kas putera altar, diletakkan di dalam keranjang buah dengan keterangan yang jelas. Tidak diperkenankan memberi langsung kepada putera altar yang bersangkutan (jika hanya pemberkatan langsung diserahkan kepada imam yang bersangkutan).
  • Tidak ada biaya untuk koster dan pihak sekretariat secara pribadi.
  • Permintaan surat baptis yang diperbaharui atau surat-surat lainnya kepada pihak sekretariat dikenai sumbangan sukarela yang langsung dimasukkan dalam kotak sumbangan administrasi yang disediakan di kantor sekretariat.
  • Hal-hal khusus lainnya langsung ditanyakan kepada pastor paroki
E. PERSIAPAN-PERSIAPAN DAN KELENGKAPAN LAIN
  1. Yang perlu dipersiapkan oleh Pengantin ialah
  • Bentuk Panitia dari keluarga (2-3 orang)
  • Salib, Rosario dan Kitab Suci
  • Persembahan: buah-buahan, dan bunga persembahan
  • Bunga untuk Bunda Maria
  • Menentukan/memilih kelompok Paduan Suara/Koor
  • Buku Panduan Pernikahan (harap dikonsultasikan dahulu dan mendapat persetujuan dari Pastor/romo yang akan memberkati)
  • Cincin Perkwainan kedua mempelai
  • Saksi Pernikahan
  • Dekorasi bunga (Lihat biaya diluar keseketariatan)
  • Putera Altar akan disiapkan dari Gereja.
  • Segala perlengkapan Gereja (kecuali yang disebutkan diatas) akan
    disiapkan oleh Koster Gereja
Kebijakan Paroki Tentang Pernikahan Pada Masa Khusus
Pada prinsipnya gereja dilarang merayakan misa ritual pada hari Minggu selama masa khusus. Aturan ini tercantum dalam Misale Romanum terbaru art. 372. beberapa hal yang harus diperhatikan melalui pernyataan di atas adalah:
  1. Misa ritual adalah perayaan yang berkaitan dengan sakramen (mis: pernikahan) atau sakramentali (pemberkatan rumah).
  2. Masa khusus meliputi:
Adven
Masa persiapan kita untuk menyongsong pesta Natal (hari kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus); sekaligus masa penantian eskatologis (kedatangan Yesus Kristus yang kedua kalinya, yaitu dalam kemuliaan-Nya pada akhir jaman).
Rabu Abu
Abu adalah sisa-sisa pembakaran daun palma yang telah kering yang berwarna hitam. Dalam Kitab Suci, abu antara lain mengungkapkan:
  • sesuatu yang tidak berharga;
  • kesengsaraan;
  • kerendahan diri di hadapan Allah (bdk. Kej 18:27);
Dalam upacara Rabu Abu (awal masa prapaskah) dahi kita diberi abu untuk mengungkapkan kelemahan dan dosa kita yang ditandai dalam proses matiraga (puasa dan pantang) dan tobat.
Prapaskah
Mempersiapkan para calon Baptis untuk memberi arti dan menghidupi sakramen Baptis yang akan mereka terima pada Hari Raya Paskah/Masa Paskah.
Mempersiapkan seluruh umat beriman akan Yesus Kristus untuk bisa lebih memaknai dan menghayati hidup dalam persatuan  dengan sengsara-wafat-kebangkitan-Nya.
Pekan Suci (Minggu Palma - Kamis Putih - Jumat Agung -  Sabtu Suci -Malam Paskah - Minggu Paskah)
Minggu Palma
  Perayaan kemenangan Kristus Raja dengan penyambutan-Nya di Yerusalem; sekaligus pewartaan penderitaan-Nya sebagai jalan menuju kemuliaanNya.
Kamis Putih
Mengalami kembali tiga penstiwa penting, yaitu:
  • persembahan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur kepada Bapa dan para rasul sebagai makanan dan minuman yang berdasarkan Kasih-Nya kepada dunia (pendirian sakramen Ekaristi);
  • penugasan para rasul dan penggantinya dalam imamat yang juga dipersembahkan sebagai kurban;
  • perintah Yesus mengenai Kasih Persaudaraan.
Jumat Agung
Merenungkan sengsara Tuhan Yesus Kristus, domba kurban  kita yang dipersembahkan dan kita menyembah salibNya (lih. 1Kor 5:7) melalui Sabda yang diperdengarkan untuk kita semua. Gereja mau menampilkan keikutsertaannya pada detik-detik terakhir sengsara dan wafat Yesus. Dan lewat Sabda yang dibacakan hari itu terungkaplah kekayaan teologi salibi
pengorbanan total Allah untuk kita. Permenungan ini berangkat
dari luka Kristus yang wafat pada salib disertai dengan doa bagi keselamatan seluruh dunia. Sifat Jumat Agung yang demikian ini menyadarkan kita untuk menghayatinya secara khusus sebagai hari tobat.
Sabtu Suci
Merenungkan penderitaan, wafat, dan turunnya Kristus ke  alam maut / dunia orang mati (lih. 1Pet 3:19). Saat itulah Yesus mewartakan keselamatan kekal kepada mereka yang mati sebelum Kristus hadir secara fisik. Begitu pentingnya makna Sabtu Suci ini sehingga tidak deperkenankan mengadakan sakramen-sakramen kecuali sakramen tobat dan sakramen pengurapan orang sakit (lih. Litterae Circurales De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrands art. 75).
Malam Paskah
Merupakan malam tirakatan (vigili) bagi Tuban (bdk. Kel 12:42 sikap berjaga-jaga bangsa di Israel yang akan dibebaskan dari perbudakan Mesir). Tirakatan ini diadakan untuk mengenang malam kudus Tuhan yang bangkit. Perayaan ini HARUS dilaksanakan pada waktu malam dan berakhir setelah fajar Minggu. Seperti umat Israel yang dibimbing oleh tiang api saat keluar dari Mesir, demikian juga orang-orang Kristiani pada gilirannya mengikuti Kristus Sang cahaya abadi dalam kebangkitan-Nya.
Paskah
Hari raya kebangkitan Tuhan telah tiba! Dengan demikian misa Minggu Paskah HARUS dirayakan dengan meriah.
OktafPaskah  
Delapan hari khusus gereja untuk merayakan puncak dan inti iman kita akan Yesus Kristus yang bangkit untuk kita.
Peringatan arwah semua orang beriman (setiap tgl. 02 November)          
Peringatan Gereja secara khusus bagi semua orang yang telah meninggal dunia untuk memperoleh indulgensi (kemurahan hati atau pengampunan Allah) mela1ui doa-dao yang kita panjatkan.

Berdasarkan makna dan suasana masa khusus dari dua dokumen liturgi, yaitu: Misale Romanum dan Litterae Circurales De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrands, Biasanya ada kebijakan (tergantung paroki setempat) berkaitan dengan perayaan upacara pemikahan, sbb:
  1. Dalam masa Adven dan Prapaskah masih diijinkan untuk melangsungkan upacara pemikahan dengan memperhatikan kesederhanaan. Ukuran kesederhanaannya adalah:
A. Masa Adven
Gereja
  • Hiasan bunga diijinkan hanya di sekitar altar.
  • Tidak menggunakan karpet di lorong.
  • Tidak ada hiasan bunga di sepanjang lorong menuju altar.
  • Tidak ada hiasan bunga di pintu masuk gereja.
  • Warna liturgi mengikuti masa yang berlaku
Imam dan mempelai
  • Kasula imam berwarna putih.
  • Mempelai diperkenankan membawa bunga tangan.
  • Diperkenankan mempersembahkan bunga di patung Maria.
B. Masa prapaskah
Gereja
  • Hiasan bunga TlDAK DIIJINKAN sarna sekali dan diganti
  • dengan dedaunan secukupnya di sekitar altar.
  • Tidak menggunakan karpet di lorong
  • Tidak ada hiasan bunga di sepanjang lorong menuju altar
  • Tidak ada hiasan bunga di pintu masuk gereja
  • Wama liturgi mengikuti masa yang berlaku
  • Orgen/alat musik lainnya hanya bersifat mengiringi lagu (tidak ada instrumental)
  • Lagu-Iagu juga tidak sebanyak masa liturgi umum (dikonsultasikan dengan imam)
Imam dan mempelai
  • Kasula imam berwarna putih
  • Mempelai diperkenankan membawa bunga tangan
  • Diperkenankan mempersembahkan bunga di patung Maria
2. Dalarn upacara Rabu abu, pekan suci, oktaf paskah, dan peringatan arwah semua orang beriman 2 November TlDAK DIIJINKAN untuk melangsungkan upacara pernikahan.
3. Kebijakan ini akan berubah (bersifat tentatif) setelah dokumen khusus tentang pernikahan dari KWI mendapat pengesahan dari Vatikan dan diberlakukan di Keuskupan-keuskupan di Indonesia.

Santo/Santa 9 Juni

Santo Primus dan Felicianus, Martir
Kedua bersaudara kandung ini berasal dari keluarga kafir di kota Roma. Meskipun mereka masih kafir, namun mereka dikenal sebagai orang baik-baik yang disenangi banyak orang. Semenjak kecil, Primus dan Felicianus hidup di lingkungan kafir dan dididik oleh kafir pula.
Pengenalannya akan iman Kristen sampai menjadi martir, berawal dari perkenalan mereka dengan Paus Feliks I (269-274). Dari bimbingannya kedua bersaudara ini mengenal iman Katolik dan dipermandikan.
Setelah permandiannya, mereka rajin berdoa dan melakukan kegiatan-kegiatan amal kasih, mengunjungi orang-orang Kristen di penjara untuk menghibur dan meneguhkan hati mereka. Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada mereka dan melindungi mereka dari segala tindakan kejam para penguasa negara. Selama bertahun-tahun berkarya di tengah-tengah aksi penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh kaisar Diokletianus, Primus dan Felicianus selalu terhindar dari usaha penangkapan.
Tetapi akhirnya mereka di tangkap juga pada tahun 297 dan dipenjarakan bersama orang-orang Kristen lainnya. Namun demikian iman mereka tidak goncang sedikitpun. Mereka saling menghibur dan dengan tekun saling meneguhkan sesamanya yang lain. Setelah beberapa waktu, mereka di bawa ke Nomentum, kota kecil yang berjarak 12 mil dar Roma. Mereka diadili oleh Promotus. Dakwaan dan berbagai ancaman dikenakan pada mereka, namun iman mereka tidak goyah. Akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati penggal kepala.
Jenazah mereka dimakamkan di Nomentum. Pada tahun 649, Sri Paus Theodorus I (642-649) menyuruh memindahkan jasad mereka ke kota San Stephanus Rotondo. Inilah peristiwa pertama, dimana tulang-belulang para martir boleh dibawa keluar kota dari kota Roma.

Santo Efrem, Pujangga Gereja
Lahir di Nisibis tahun 306, Mesopotamia (sekarang: Nusaybin, Turki) dan meninggal tahun 373. Ia sebagai seorang penyair, guru, orator dan pembela iman, Efrem dikenal luas serta menjadi tokoh kebanggaan umat Kristen Syria. Semasa remajanya ia mengikuti pendidikan agama dari uskup Yakob dari Nasibis. Uskup Yakob-kemudian digelari ‘Kudus’ oleh Gereja-membimbing Efrem hingga di permandikan.
Ketika orang-orang Syria menduduki kota Nasibis pada tahun 363, orang-orang Kristen di Nasibis dipaksa keluar dari Nasibis. Efrem bersama orang-orang Kristen Nasibis mengungsi ke Edessa (Urfa di Irak). Di tempat pengungsian itu, umat mengangkatnya sebagai pemimpin rohani mereka. Efrem menerima tugas ini sebagai kesempatan emas untuk membaktikan diri pada umat. Ia mengajarkan mereka ajaran iman Kristen serta membesarkan hati mereka. Sementara itu ia sendiri menjalani suatu corak hidup yang keras sampai saat ajalnya. Ia rajin menulis buku-buku pembelaan iman. Buku-buku apologetisnya, homili-homilinya dalam bentuk puisi, berbagai nyanyian dan kidung Gereja ciptaannya, membuat dia dikenal luas dan berpengaruh besar di kalangan umatnya di Edessa, bahkan diseluruh Gereja. Di Gereja Timur ia dijuluki ‘Cahaya bangsa Syria’, ‘Rasul Bangsa Syria’, ‘Pujangga Gereja’, dan ‘Kecapi Roh Kudus’. Dua puluh tahun setelah kematiannya, Santo Yerome memasukkan namanya dalam daftar orang-orang Kristen yang masyur namanya.
Efrem dikenal karena ajaran-ajaran dogmatis dan pengetahuannya yang luas. Ia rajin membaca Kitab Suci dan merefleksikan misteri-misteri Allah. Komentar-komentarnya tentang Kitab Suci sangat bermanfaat pula waktu itu. Sebagai seorang komentator, ia lebih suka akan arti harafiah Kitab Suci dan enggan menafsirkannya secara alegoris. Ia ramah kepada orang-orang miskin dan yang menderita. Tatkala umat Edessa tertimpa kelaparan hebat pada tahun 378, ia berjuang keras untuk menyelamatkan mereka dari kematian. Kunci sukses hidupnya ialah kerendahan hatinya: ia tidak pernah menaruh kepercayaan pada diri sendiri melainkan pada Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan akan senantiasa membimbingnya. Ia menolak di tabhiskan menjadi imam dan memilih tetap sebagai diakon sampai akhir hidupnya. Kepada Santo Basilius yang ditemuinya, ia berkata: “Sayalah Efrem, orang yang tersesat dari jalan ke surga. Karena itu kasihanilah saya orang berdosa ini. Bimbinglah saya melalui jalan yang sempit.”

Beata Diana, Sesilia dan Amata, Perawan
Santo Dominikus memperluas karyanya ke Italia dan memilih kota Bologna sebagai pusat karyanya, karena buah-buah pikirannya diterima baik di Universitas Bologna.
Pada mulanya karya Dominikus di kota ini tidak terlalu berhasil. Banyak rintangan menghadang, terutama karena Tuan Andalo, seorang tuan tanah yang berkuasa di Bologna, tidak suka pada agama Kristen. Meski demikian, Dominikus tidak berputus asa. Tuhan tetap memberkati karyanya dan memberinya jalan keluar dari segala kesulitan. lewat Diana, puteri kesayangan Andalo, Dominikus mendapat jalan keluar untuk menanamkan pengaruhnya di Bologna. Diana menjadi sahabat baik Dominikus, dan sangat tertarik pada ajaran iman Katolik. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti pelajaran agama dan ingin menjadi seorang biarawati. Ia yakin bahwa ia dapat membujuk ayahnya dan keluarganya agar tidak bersikap antipati terhadap agama Katolik. Kecuali itu, ia merasa yakin sekali bahwa ayahnya akan bersikap lunak dan akan membantu mendirikan sebuah biara Dominikan di kota Bologna.
Tetapi apa yang diyakininya tidak terjadi dengan mulus. Tatkala ia memberitahukan dan seluruh anggota keluarganya tentang niat sucinya untuk menjadi seorang biarawati, ia dimarahi dan cita-citanya ditolak mentah-mentah. Menghadapi kemarahan dan penolakan keluarganya itu, Diana segera mengambil keputusan berani untuk meninggalkan rumah dan lari mencari perlindungan pada para imam Agustinian di Roxana. Keputusan ini dilaksanakannya secara diam-diam. Hal ini sangat mengejutkan keluarganya. Mereka segera mencari Diana. Akhirnya mereka menemukan dia di Biara Roxana dan membawanya pulang ke rumah. Disana ia dipukul dan dikurung dalam sel. Tetapi beberapa hari kemudian, Diana berhasil meloloskan diri dan kembali ke Roxana. Keluarganya tidak berusaha mencarinya lagi.
Beato Yordan dari Saxon turut berusaha menenangkan keluarganya dan melembutkan hati tuan Andalo bersama anak-anaknya yang lain. Usaha Yordan ini disambut dengan baik dan berhasil. Tuan Andalo bersama anak-anaknya dapat menerima panggilan Diana dan membantu mendirikan sebuah biara kecil bagi biara Dominikan. Biara kecil ini kemudian dihuni Diana bersama empat orang kawannya. Cara hidup mereka menarik banyak orang sehingga dalam waktu relatif singkat merka mendapat tambahan anggota baru. Dua orang dari anggota baru adalah Sisilia dan Amata, sahabat karib Diana. Bersama Diana, Sisilia dan Amata berkembang dalam hidup rohani dan dalam pengabdian tulus kepada Allah. Kemudian mereka digelari ‘beata’(yang berbahagia) oleh Gereja pada tahun 1891.
Beata Anna Maria Taigi, Pengaku Iman
“Keluargaku seperti Firdaus tampaknya, dan hatiku sungguh bahagia”, demikian kata Dominiko Taigi waktu berlangsungnya proses pernyataan beata atas diri Anna Taigi, isterinya. Kegembiraan dan kebahagiaan yang sama meliputi anak-anaknya serta pembantu yang melayaninya. Mereka semua kagum akan kesucian hidup Anna Maria yang sangat mencintai mereka dengan perhatian dan kebaikannya yang luar biasa.
Anna Maria Taigi hidup antara 1769-1837 dan terlahir di Siena.Ketika berumur enam tahun, ia berada di Roma untuk mengikuti pendidikan disana. Ia kelihatan saleh dan sederhana. Ia gemar mengenakan pakaian yang indah-indah serta gemar akan kesenangan-kesenangan dunia yang pantas. Perkawinannya dengan Dominiko Taigi berlangsung pada usia 21 tahun. Tuhan menganugerahkan kepadanya tujuh orang anak. Hidup mereka sederhana namun bahagia. Untuk menambah pendapatan keluarga, ia menerima pesanan jahitan. Memang banyak sekali pengalaman pahit dialaminya, namun semuanya dipersembahkan kepada Tuhan. Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan tujuh orang anak bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. Beban tanggungannya semakin bertambah berat ketika Sophia anaknya menjadi janda dan kembali tinggal dengannya bersama enam orang anaknya yang lain.
Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya Ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasih orang lain.
Terdorong akan pengalaman akan Allah itu, Anna semakin yakin akan perlindungan Tuhan atas dirinya. Ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah sebagai kurban silih atas dosa-dosa dunia dan bagi keselamatan Gereja ditengah banyak masalah. Banyak sekali orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Banyak waktu dihabiskannya untuk melayani orang-orang itu. Kesucian hidupnya ternyata berpengaruh besar terhadap lingkungan disekitarnya. Meski banyak kali disibukkan untuk melayani orang lain, namun apa yang menjadi kewajibannya sebagai ibu rumah tangga tidak pernah dilalaikannya. Suami dan anak cucunya dilayani dengan penuh kasih sayang. Ia pun banyak membantu orang-orang susah dan menyembuhkan banyak orang sakit tanpa meminta bayaran.
Anna Taigi diberi gelar ‘beata’ bukan karena penglihatan ajaib yang dilihatnya tetapi karena kebaikan hatinya, kemiskinannya, kerendahan hatinya serta kerelaannya untuk menderita bagi jiwa-jiwa.